SEMARANG – Pada momentum Hari Santri Nasional 2025, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin), mengajak kalangan pondok pesantren agar mengenalkan tradisi pendidikan dalam lingkungan tersebut kepada masyarakat. Hal itu dalam upaya menjawab banyak pertanyaan publik kepada pondok pesantren.
Upaya tersebut bertujuan, agar tradisi-tradisi pendidikan yang lazim di dalam pondok pesantren dapat diterjemahkan dengan baik bagi kalangan eksternal. Dengan begitu, masyarakat umum bisa mengerti, bagaimana adab-adab diajarkan dalam pondok pesantren selama ini diterapkan.
“Para santri dan stakeholder yang ada di pesantren, maka mari kita jawab itu. Bukan dengan protes. Akan tetapi bagaimana tradisi-tradisi di pondok pesantren yang kita amalkan itu pesannya bisa keluar,” katanya, usai mengikuti kegiatan Ngaji Bandongan, Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim, di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kompleks Kantor Gubernur Jawa Tengah, Senin, 20 Oktober 2025.
Salah satu yang jadi perbincangan khalayak, yakni sikap adab kepada guru. Padahal, kata Taj Yasin, penghormatan atau adab kepada guru bisa berbeda pada setiap tempatnya.
Dicontohkannya, penghormatan murid kepada guru di negara Arab bahkan ada yang memegang jenggot, dan kepala, lalu dicium keningnya.
Menariknya, ketika penghormatan itu dilakukan oleh orang Indonesia misalnya.
Dengan postur orang Indonesia yang tak setinggi orang Arab, kata Taj Yasin, maka guru itu bahkan harus menundukkan kepalanya agar bisa dicium keningnya.

“Saya dulu pernah lihat. Karena muridnya ini pendek, gurunya orang Arab itu tinggi, maka dipegang kepalanya agak turun,” ucap pendamping gubernur Jateng Ahmad Luthfi itu.
Begitupun dengan adab penghormatan guru yang menjadi tradisi pendidikan di lingkungan pondok pesantren. Seperti mencium tangan gurunya.
“Dan inilah yang harus kita jawab kepada masyarakat,” katanya yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar 4, Sarang, Kabupaten Rembang tersebut.*
